Bacaan : KPR 1:12-14
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Yesus,
Sebuah pertanyaan yang mengusik di dalam setiap hati kita adalah “pernahkah anda merasa kehilangan? Ditinggalkan oleh orang yang dikasihi atau dicintai? Pertanyaan ini sering kali ditemui dan digumulkan oleh setiap manusia di dunia ini. Pergumulan merasakan perpisahan yang sangat mendalam dengan orang-orang yang sangat dicintai, bahkan dengan keluarga atau kerabat dekat sekalipun atau dengan hubungan pacaran dengan pasangan lawan jenis yang berujung dengan keterpisahan dan menyisakan luka batin. Bagaimana dengan kita di dalam melihat dan menyikapi sebuah realita hidup yang pasti dan akan terjadi ini?
Beberapa waktu yang lalu, muncul kabar meninggalnya seorang tokoh nasionalis politik dan juga aktor senior yaitu Sophan Sophian. Beliau sangat aktif dalam pergerakan kemerdekaan dan kebangkitan nasional. Kematiannya membuat bangsa Indonsia merasakan pedih yang mendalam. Bahkan sangat menarik perhatian teman-teman asrama saya. Dari peristiwa ini terlihat bahwa konteks perpisahan itu membuat hubungan antar manusia menjadi luka yang sulit terobati dan penuh dengan kekecewaan.
Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus,
Dalam Kisah para rasul 1 : 12-14, mengisahkan tentang keadaan murid-murid ketika ditinggalkan oleh Yesus ke surga. Dapat dikatakan bahwa Yesus dan murid-muridnya merupakan sebuah “tim kerja” yang sehati dan selalu bersama. Mereka bersama-sama memberitakan injil selama 3 tahun. Hubungan mereka sangat dekat. Hal ini membuat adanya solidaritas terbangun dengan kuat. Kisah cerita di dalam Kisah Para Rasul ini hendak mengajak kita untuk melihat bahwa perpisahan Yesus dengan murid-muridnya justru membuat adanya semangat dan ketekunan yang luar biasa dalam diri setiap murid dan orang-orang yang mengenal Yesus. Diantaranya (ayat 13) adalah Petrus, Yohanes, Yakobus, Andreas, Filipus, Tomas, Bartolomeus, Matius, Yakobus bin Alfeus, Simon orang Zelot dan Yudas bin Yakobus, Ibu Yesus dan juga beberapa perempuan yang mengenal Yesus.
Perpisahan antara murid-murid dengan Yesus membuat mereka menjadi tekun dan penuh dengan kesehatian dalam menjalankan sebuah misi bersama yaitu mengabarkan injil. Mereka tidak berputus asa dan tetap berpengharapan karena di dalam Kis 1 : 8 murid-murid mendapatkan kuasa dan roh kudus turun atas mereka dan mereka mendapat tugas untuk menjadi saksi di seluruh dunia. Roh kudus yang hadir memampukan murid-murid untuk berjuang dan mempunyai spirit yang luar biasa untuk menjalankan misi Kristus. Kekuatan spiritual ini memampukan para murid untuk survive dalam hidup dan berani untuk mengabarkan suka cita ke seluruh dunia. Spiritualitas ini ditandai dalam ayat 14 bahwa murid-murid sehati dan tekun berdoa bersama untuk menghadapi hari dan masa-masa selanjutnya setelah ditinggal Yesus ke surga.
Kisah perpisahan antara Yesus dan murid-murid membuat adanya refleksi yang mendalam mengenai keadaan dan kondisi manusia. Perpisahan tersebut mempunyai poin-poin yang bermakna, diantaranya sebagai berikut :
1. Kekuatan dan semangat
Manusia sering kali terjebak oleh dunia perasaan dan kekecewaan yang mendalam. Kondisi perpisahan dengan orang yang dicintai menjadi kendala dalam realita hidup. Manusia menjadi patah semangat dan tidak berpengharapan dalam menjalani hidup. Hal ini berbeda dengan murid-murid Yesus, mereka mempunyai kekuatan dan semangat yang luar biasa karena Yesus memberi tanggung jawab dan tugas yang disertai oleh kepercayaan Yesus kepada murid-muridnya bahwa Yesus naik ke surga menjadi saksi dan misi yang luar biasa oleh murid-murid Yesus. Kekuatan dan semangat perlu dimiliki oleh setiap manusia dalam menjalani hidup, meskipun badai masalah menimpa dan membuat kekecewaan yang mendalam.
2. Daya juang
Selain dengan adanya kekuatan dan semangat yang sudah terbentuk oleh setiap pribadi manusia. Manusia perlu adanya sebuah sikap yang disertai dengan daya juang. Daya juang yang dimaksud adalah sebuah pengorbanan untuk melayani Kristus dengan segenap hati dan tulus. Murid-murid menjadi berani dan siap di dalam mengabarkan kabar baik. Keberanian tersebut terbukti dengan adanya ketekunan doa secara bersama-sama dalam menjalankan tugas tersebut. Daya juang yang tinggi memampukan manusia untuk mengarungi dan mampu menjalankan hidup dengan penuh optimis dan penyerahan diri.
3. Kesehatian
Hal-hal di atas merupakan sebuah persiapan yang diperlukan bagi setiap individu, tetapi poin ini menuntut kita untuk secara kolektif mempunyai sebuah kebersamaan dan kesehatian yang dilandaskan pada sebuah tujuan bersama. Murid-murid secara bersama-sama berdoa dan menyerahkan rencana hari depan ke dalam doa karena mereka merasa bahwa penyertaan roh kudus memampukan murid-murid mampu menjalani kehidupan dan pelayanan ke depan. Sikap dan perasaan sehati ini menjadi sebuah sikap saling bahu-membahu untuk bersama-sama secara solidaritas mengemban misi yang telah diperintahkan Yesus kepada mereka. Sikap saling memotivasi sangat diperlukan dalam perjuangan melangkah bersama-sama. Oleh karena itu, perpisahan Yesus dan murid-muridNya membuat adanya sebuh nilai yang perlu dipelajari dan dikembangkan oleh setiap hidup manusia dan terutama gereja yang mempunyai visi dan misi ke depan.
Saudara-saudara yang mengasihi dan dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Dari perikop ini, kita perlu meneladani sikap dan perbuatan murid-murid Yesus. Perpisahan tersebut tidak membuat kecewa tetapi justru mereka mempunyai mental penuh semangat, daya juang dan kesehatian. Sikap-sikap tersebut harus ditanamkan dalam setiap pribadi manusia, karena kekecewaan hanya akan mengakibatkan kesia-siaan dalam hidup, tetapi bagaimana kita harus kuat secara pribadi dan bersama-sama sehati saling menguatkan dan tekun di dalam doa. Memang, kehilangan merupakan suatu yang sangat tidak diharapakan tetapi bagaimana pun kita pasti akan mengalaminya. Oleh karena itu, firman Tuhan saat ini mengajak kita untuk bangkit dari kekecewaan karena kehilangan. Seperti motto bangsa Indonesia yaitu Indonesia Bisa! Mengapa kita tidak bisa?
Saudara-saudara yang terkasih,
Di akhir kotbah ini, saya akan menceritakan sebuah pengalaman yang sangat berkesan dan tidak akan pernah terlupakan. Saya pernah ditinggalkan oleh seorang ibu yang sangat baik. Beliau meninggal di tahun 2002 karena penyakit kanker kelenjar getah bening yang membuat tubuh dan kondisi badan lemas selama 1 tahun. Keadaan itu pun akhirnya tidak tertolong karena kondisi penyakit sangat kritis dan tidak bisa disembuhkan. Pada akhirnya tepat pada tanggal 2 Februari 2002 beliau meninggal, saya sempat kecewa dan menangis, tapi saya berpikir bahwa untuk apa menangis dan meratapi itu semua? Toh itu tidak ada gunanya? Saya juga mengatakan kepada adik saya untuk jangan bersedih dan menangis, akhirnya keluarga pun kuat dalam menghadapi realita ini. Setelah itu, saya mendengar gosip-gosip dari tetangga “Kok Andre aneh ya… Ibunya meninggal malah tetap tersenyum”. Justru hal ini membuat saya menjadi semangat dan menunjukan bahwa perpisahan dengan ibu yang dicintai bukanlah segalanya, karena saya mempunyai Yesus yang penuh kuasa dan memberi kekuatan yang sangat luar biasa sampai sekarang ini. Keadaan tersebut membuat orang disekitar tampak heran dengan melihat keluarga saya karena Tuhan memberikan saya kekuatan, daya juang dan kesehatian di dalam keluarga saya. Dari sinilah kita dapat lebih mengerti maksud Tuhan bagi hidup kita. Marilah kita tetap mempunyai kekuatan, daya juang dan kesehatian di antara sesama kita, sehingga terwujudlah The Farewell of Theology. Tuhan memberkati kita. Amin.
Rabu, 17 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar